Saturday, May 28, 2011

psikologi perkembangan

Usia 3 sampai 5 Tahun
Ketika anak berkembang dan mulai memahami hubungan antara perilaku dan
konsekuensinya, pastikan bahwa orangtua mulai mengkomunikasikan aturan yang diterapkan
di rumah. Aturan yang ada di satu rumah dengan rumah lain akan berbeda. Jelaskan pada
anak apa yang kita harapkan sebelum kita menghukum anak untuk perilaku tertentu.
Contohnya, ketika anak kita yang berusia 3 tahun menggambar atau membuat coretan di
dinding, diskusikan mengapa hal itu tidak diperbolehkan dan apa yang akan terjadi jika anak
tetap melakukannya (misalnya, anak harus membersihkan dinding dan tidak boleh memakai
krayon lagi selama beberapa hari). Jika dindingnya dicoret atau digambari lagi beberapa hari
kemudian, iangatkan bahwa menggambar hanya boleh dilakukan di kertas dan jalankan
konsekuensi yang telah kita katakan.
Semakin awal orangtua menerapkan prinsip ”aku menerapkan aturan dan kamu diharapkan
untuk mendengarkan dan menerima konsekuensinya”, semakin baik untuk kedua belah pihak.
Walaupun kadangkala lebih mudah untuk orangtua untuk tidak menghiraukan perilaku buruk
yang hanya sesekali dilakukan oleh anak atau tidak konsisten dalam menerapkan hukuman,
hal ini merupakan awal yang buruk. Konsistensi adalah kunci untuk displin yang efektif, dan
penting untuk orangtua untuk menentukan bersama apa aturannya dan kemudian
menegakkannya.
Sementara kita memperjelas perilaku apa yang akan diberikan hukuman, jangan lupa untuk
memberikan hadiah terhadap perilaku anak yang baik. Jangan merendahkan efek positif dari
7
pujian yang diberikan pada anak. Disiplin tidak hanya mengenai hukuman, tapi juga
mengenai pengenalan terhadap perilaku yang baik. Contohnya, mengatakan ”ibu bangga
padamu karena kamu mau berbagi mainan di sekolah” pada anak yang bersekolah di
playgroup, biasanya lebih efektif dibandingkan dengan menghukum anak untuk perilaku
sebaliknya, yaitu tidak mau berbagi. Lebih baik mengatakan secara spesifik saat kita memuji,
hindari hanya mengatakan ”kamu anak yang hebat”.
Jika anak kita terus melakukan perilaku yang tidak diharapkan, tidak mempedulikan apapun
yang kita lakukan, cobalah membuat tabel yang berisi hari-hari dalam seminggu. Tentukan
berapa kali perilaku yang tidak diharapkan yang bisa membuat anak mendapatkan hukuman,
dan berapa lama perilaku yang diharapkan bertahan sampai mendapatkan hadiah. Tempelkan
tabel tersebut di kulkas lalu catat perlikau baik dan buruk anak setiap harinya. Hal ini akan
membuat anak dan kita untuk melihat secar konkrit mengenai bagaimana berlangsungnya.
Ketika hal ini berhasil, pujilah anak karena berhasil mengontrol perilakunya yang tidak
diharapkan.
Timeout juga dapat berlaku dengan baik pada anak di usia ini. Pilihlah tempat timeout yang
bebas dari gangguan dan bisa mengkondisikan anak kita untuk memikirkan perilakunya.
Jangan lupa untuk menentukan waktu yang tepat untuk timeoutbagi anak. Para ahli
mengatakan, waktu yang paling tepat adalah 1 menit untuk setiap usia. Ahli lain
merekomendasikan waktu timeoutadalah sampai anak dapat menenangkan dirinya (untuk
mengajarkan regulasi diri).
Sangat penting untuk mengatakan pada anak apa yang sebaiknya dilakukan, jangan hanya
mengatakan apa yang salah untuk dilakukan. Misalnya, lebih baik mengatakan ”nak,
duduklah di kursi dan simpan kakimu di lantai” daripada mengatakan “jangan lompat-lompat
di kursi!”.


  1. Berikamn pelajaran pada saat anak sedang santai. Misalnya pada saat menggambar atau bermain (permainan yang tidak menuntut konsentrasi anak seperti main komputer, dan juga yang tidak terlalu ribut seperti mendengarkan tape).
2.      Pada saat anak sedang tenang (tidak melakukan kegiatan apa-apa) misalnya sesudah sholat atau sebelum tidur, ajarkan hadits/doa dengan suara jelas Usahakan agar anak melihat mulut ibu.
Untuk ibu, ucapkan dengan perlahan, jelas dan tidak meniru-niru suara/nada anak yang sedang belajar bicara.
  1. Untuk menjelaskan makna hadits/doa/ayat, bisa disampaikan sambil bercerita atau pada saat sedang jalan-jalan di koen, atau saat berkendaraan.
4.      Dalam mengajarkan iqro, seperti halnya dalam mengajarkan bacaan hadits/ayat/doa, ucapkan dengan jelas, perlahan-lahan dan usahakan anak sambil menatap mata dan mulut ibu. Pengajaran Iqro menggunakan pedoman yg ada dalam buku iqro, dapat pula ditambahkan dengan cara lain (terutama pada anak 2-5 tahun), misalnya:
- menuliskan huruf-huruf hijaiyyah pada balok-balok mainan (jika ada), sehingga sambil bermain menyusun balok, sekaligus mengingat huruf. 
- sambil menggambar, sesekali tuliskan huruf hijaiyyah yg telah dikenal anak dan minta anak untuk menyebutkannya
5.      Untuk mengajarkan sholat atau aktivitas lainnya (missal wudhu), usahakan/ajak anak untuk mulai ikut serta.  Misalkan untuk sholat, walaupun ia sekedar cuma duduk sebentar di sajadah, namun usahakan untuk selalu mengajaknya.
6.      Untuk mengajarkan nilai-nilai ataupun hafalan-hafalan lain (seperti rukun iman, rukun islam, nama nabi, asmaul husna, dll), bisa diajarkan melalui lagu.
7.      Dalam bercerita pada anak, gunakan ekspresi wajah dan suara yg menarik.  Sambil terangkan makna dari cerita tsb.

PENGERTIAN MORAL
Istilah Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata ‘moral’ yaitu mos sedangkan bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing mempunyai arti yang sama yaitu kebiasaan, adat. Bila kita membandingkan dengan arti kata ‘etika’, maka secara etimologis, kata ’etika’ sama dengan kata ‘moral’ karena kedua kata tersebut sama-sama mempunyai arti yaitu kebiasaan,adat. Dengan kata lain, kalau arti kata ’moral’ sama dengan kata ‘etika’, maka rumusan arti kata ‘moral’ adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan yang membedakan hanya bahasa asalnya saja yaitu ‘etika’ dari bahasa Yunani dan ‘moral’ dari bahasa Latin. Jadi bila kita mengatakan bahwa perbuatan pengedar narkotika itu tidak bermoral, maka kita menganggap perbuatan orang itu melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis yang berlaku dalam masyarakat. Atau bila kita mengatakan bahwa pemerkosa itu bermoral bejat, artinya orang tersebut berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang tidak baik.

‘Moralitas’ (dari kata sifat Latin moralis) mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan ‘moral’, hanya ada nada lebih abstrak. Berbicara tentang “moralitas suatu perbuatan”, artinya segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya perbuatan tersebut. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk





Filed Under (Psikologi Anak) by Fitri on 19-11-2008
Ciri-Ciri Masa Awal Kanak-Kanak
Dalam setiap tahapperkembangan ada ciri-ciri khusus yang ada pada setiap tahap perkembangan, begitu juga pada saat masa kanak-kanak awal ditandai dengan ciri-ciri tertentu, menurut Hurlock (1980:108) ciri itu tercermin dalam sebutan yang biasa diberikan oleh para orang tua, pendidik, da ahli psikologi: a) Sebutan Yang Digunakan Orang Tua. Ada beberapa sebutan untuk menggambarkan masa kanak-kanan, sebutan tersbeut berkisar tentang perilaku dan aktivitas yang dilakukan anak-anak, pada sebagian besar orang tua menganggap awal masa pada kanak-kanak sebagai usia yang mengundang masalah atau usia sulit. Masa kanak-kanak merupakan masa-masa yang sulit bagi orang tua karena pada masa kanak-kanak awal ialah karena anak-anak sedang mengembangkan kepribadian yang unik dan menuntut kebebasan yang pada umumnya kurang berhasil. Selain itu pada sebagian orang tua juga menganggap usia awal kanak-kanak sebagai usia mainan karena anak mudah menghabiskan sebagian besar waktu juga bermain dengan mainannya. b) Sebutan Yang  digunakan Para Pendidik. Sedangkan para pendidik menyebut usia awal kanak-kanak sebagai usia prasekolah, usia pra sekolah adalah usia yang belum memasuki usia sekolah atau masih berada di taman kanak-kanak, kelompok bermain, atau penitipan anak-anak. c) Sebutan Yang Digunakan Ahli Psikologi. Para ahli psikologi menggunakan sejumlah sebutan yang berbeda untuk menguraikan ciri-ciri yang menonjol dari perkembangan psikologis anak selama tahun awal masa kanak-kanak.
Salah satu sebutan yang banyak digunakan adalah usia kelompok, masa di mana anak-anak mempelajari dasar-dasar prilaku sosial sebagai persiapan bagi kehidupan sosial yang lebih tinggi yang diperlukan untuk penyesuaian diri pada waktu mereka masuk kelas satu. Karena perkembangan utama yang terjadi selama awal masa kanak-kanak berkisar diseputar penguasaan dan pengendalian lingkungan, banyak ahli psikologi yang melabelkan awal masa kanak-kanak sebagai usia menjelajah, sebuah label yang menunjukkan anak ingin mngetahui keadaan lingkungannya, bagaimana mekanismenya, bagaimana perasaannya dan bagaimana ia dapat menjadi bagian dari lingkungannya, ini termasuk manusia dan benda mati. Salah satu cara yang umum dalam menjelajah lingkungan adalah dengan bertanya, jadi periode ini adalah meniru pembicaraan dan perilaku orang lain, oleh karena itu periode ini juga disebut usia meniru. Namun kecenderungan ini nampak kuat tetapi anak lebih menunjukkan kreativitas dalam bermain selama masa kanak-kanak dibandingkan masa-masa lain dalam kehidupannya, dengan alasan ini para ahli psikologi juga menamakan periode ini sebagai usia kreatif.
Menurut Yusuf (2002) pada masa usia prasekolah ini dapat diperinci menjadi dua masa, yaitu masa vital dan masa estetik; a) Masa Vital. Pada masa ini, individu menggunakan fungsi-fungsi biologis untuk menemukan berbagai hal dalam dunianya. Untuk masa belajar, Freud menamakan tahun pertama dalam kehidupan individu itu sebagai masa oral (mulut), karena mulut dipandang sebagai sumber kenikmatan anak memasukkan apa saja yang dijumpai ke dalam mulutnya itu, tidaklah karena mulut sumber kenikmatan utama, tetapi karena waktu itu mulut merupakan alat untuk melakukan eksplorasi (penelitian) dan belajar. b) Masa Estetik. Pada masa ini dianggap sebagai masa perkembangan rasa keindahan. Kata estetik di sini dalam arti bahwa pada masa ini, perkembangan anak yang terutama adalah fungsi panca inderanya. Kegiatan eksploitasi dan belajar anak terutama menggunakan panca inderanya, pada masa ini, indera masih peka, karena itu Montessori menciptakan bermacam-macam alat permainan untuk melatih panca inderanya





TAHAP PERKEMBANGAN MORAL KOHLBERG
Adapun tahapan perkembangan moral Kohlberg adalah sebagai berikut:
1)Tingkat Pra-Konvensional
Pada masa ini seseorang sangat tanggap terhadap aturan-aturan kebudayaan dan penilaian baik atau buruk ini dalam rangka maksimalisasi kenikmatan atau akibat-akibat fisik dari tindakannya (hukuman fisik, penghargaan, tukar menukar kebaikan). Tingkat ini dibagi 2 tahap :
Tahap 1: Orientasi Hukuman dan Kepatuhan
Pada tahap ini, baik atau buruknya suatu tindakan ditentukan oleh akibat-akibat fisik yang akan dialami, sedangkan arti atau nilai manusiawi tidak diperhatikan. Seorang anak patuh terhadap suatu aturan, bukan karena faktor kesadaran internal, tetapi karena paksaan dari orang lain.
Tahap 2: Orientasi Instrumentalis
Pada tahap ini, tindakan seseorang telah diarahkan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri dengan memperdaya orang lain. Anak akan mematuhi semua aturan, kalau aturan tersebut membuat dirinya senang. Dia mungkin tidak akan taat kalau peraturan tersebut tidak membuat dirinya senang atau tidak menguntungkan dirinya.
2)Tingkat Konvensional
Pada tingkat ini seseorang menyadari dirinya sebagai seorang individu di tengah-tengah keluarga, masyarakat dan bangsanya. Kecenderungan orang pada tahap ini adalah menyesuaikan diri dengan aturan-aturan masyarakat dan mengidentifikasikan dirinya terhadap kelompok sosialnya. Tingkat ini terdiri dari 2 tahap:
Tahap 3: Orientasi Kerukunan atau Orientasi Good Boy-Nice Girl
Pada tahap ini orang berpendapat bahwa tingkah laku yang baik adalah yang menyenangkan atau menolong orang lain. Tujuan tidak lain, demi hubungan sosial yang memuaskan, maka diapun harus berperan sesuai dengan harapan keluarga, masyarakat atau bangsanya.
Tahap 4: Orientasi Ketertiban Masyarakat
Pada tahap ini tingkah laku seseorang didorong oleh keinginannya untuk menjaga tertib legal. Tingkah laku yang baik adalah memenuhi kewajiban, mematuhi hukum, menghormati otoritas, dan menjaga ketertiban masyarakat merupakan tindakan moral yang baik pada dirinya.
3)Tingkat Pasca-Konvensional atau Tingkat Otonom
Pada tingkat ini, orang bertindak sebagai subyek hukum dengan mengatasi hukum yang ada. Orang pada tahap ini sadar bahwa hukum merupakan kontrak sosial demi ketertiban dan kesejahteraan umum, maka jika hukum tidak sesuai dengan martabat manusia, hukum dapat dirumuskan kembali. Perasaan yang timbul pada tahap ini adalah rasa bersalah dan yang menjadi ukuran keputusan moral adalah hati nurani. Tahap ini dibagi menjadi 2 yaitu:
Tahap 5: Orientasi Kontrak Sosial
Pada tahap ini, cenderung ditafsirkan sebagai tindakan yang sesuai dengan kesepakatan umum. Orang pada tahapan ini memfokuskan pada pandangan legal tapi juga menekankan kemungkinan mengubah hukum melalui pertimbangan rasional. Pada dasarnya individu menyadari dan meyakini bahwa dengan berbuat baik, maka ia akan diperlakukan dengan baik pula oleh orang lain.
Tahap 6: Orientasi Prinsip Etis Universal
Pada tahap ini orang tidak hanya memandang sebagai subyek hukum tetapi juga sebagai pribadi yang dihormati. Respect for person adalah nilai pada tahap ini. Tindakan yang benar yaitu tindakan yang berdasarkan keputusan yang sesuai dengan suara hati dan prinsip moral universal.
Implikasi terhadap PBM
Perkembangan moral peserta didik dapat dibantu dengan cara mengembangkan dilemma moral. Untuk membangun kerja sama, interaksi saling membantu, memecahkan masalah bersama, dan diperlukan pengembangan kelompok belajar. Pendidik harus lebih banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengekspresikan pikiran dan perasaannya dengan melakukan tanya jawab dan diskusi. Siswa diberikan kesempatan untuk merefleksikan pengalaman-pengalamannya maka peranan guru yaitu menciptakan iklim yang dapat memberi rangsangan maksimal bagi siswa untuk mencapai tahap yang lebih tinggi.
Faktor penting dalam perkembangan moral adalah faktor kognitif terutama kemampuan berpikir abstrak dan luas









Bayi yang sering dianggap lemah memiliki kepekaan sensoris yang menakjubkan. Kemampuan ini perlu stimulasi agar berkembang optimal.

Bayi lahir dengan kepekaan sensoris. Kemampuan ini merupakan kemampuan vital yang dapat berpengaruh pada keseluruhan perkembangan bayi, baik intelektual maupun emosional bayi. Menurut psikolog anak Dra. Rahmitha P. Sundjojo Mpsi., Kemampuan sensoris merupakan 'jendela' bagi intelektual dan emosional bayi. Dengan kemampuan inilah bayi mendapatkan pengalaman yang akan menjadi dasar baginya berperilaku.

Kepekaan sensorik, lanjut psikolog Univeritas Jakarta ini, akan berkembang sesuai usia bayi. Pada anak normal kepekaannya ini akan menunjukan kemajuan dari waktu ke waktu. Namun, akan lebih berkembang dengan optimal bila mendapatkan stimulus yang baik dari lingkungannya. Sebuah penelitian menyebutkan, anak yang mendapatkan stimulus, kemampuan sensoriknya akan lebih aktif, sehingga anak akan mudah mengembangkan kemampuan-kemampuan lainnya.

Kemampuan sensorik mencakup kemampuan panca indra bayi, seperti kepekaan penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecapan, kepekaan organik, dan kepekaan kulit. Semua kemampuan ini sudah inheren sejak ia dilahirkan, kecuali pada bayi yang membawa kelainan bawaan panca indra.

Penglihatan & Stimulasi
Kemampuan penglihatan ini sebenarnya sudah dimiliki bayi sejak dia baru lahir. Meskipun tampaknya bayi tidak mampu menangkap pandangan di sekitarnya. Tapi, bidang penglihatannya kira-kira setengah dari bidang penglihatan orang dewasa. Ini dikarenakan batang mata belum berkembang kecuali di sekitar fovea yang berada di pinggir retina.

Selain itu, karena kelemahan otot, bayi tidak dapat memusatkan kedua mata pada objek yang sama secara bersamaan. Akibatnya, semua terlihat kabur. Bukti bahwa bayi dapat melihat, biasanya terlihat saat bayi bereaksi bila diberikan cahaya pada matanya. Pada usia satu minggu penglihatan bayi sudah mampu mengikuti objek yang bergerak dan menggerakkan mata kembali. Pada minggu pertama untuk gerakan horisontal dan minggu selanjutnya gerakan vertikal.

Untuk merangsang sensor penglihatan ini, ada baiknya menggantungkan mainan warna-warni di atas boksnya. Begitu juga bunyi-bunyian,sentuhan di pipi, dapat mendorong bayi mencari arah suara dan berusaha melihatnya. Kontak mata pun harus dilakukan terutama setelah kemampuan penglihatannya lebih terfokus.

Pendengaran & Stimulasi
Fungsi pendengaran baru benar-benar berkembang dalam tiga atau empat hari kelahiran bayi. Ini bersamaan dengan keluarnya cairan amniotik yanag memenuhi bagian tengah telinga. Pada saat itu bayi sudah mampu menentukan arah datangnya suara dan dapat membedakan tinggi suara dan identitas suara. Bayi akan lebih berespon pada suara manusia dibandingkan suara-suara lainnya. Uniknya di usia bayi suara yang bernada rendah justru lebih terdengar dibandingkan suara bernada tinggi.

Salah satu bentuk stimulusnya adalah memberikan mainan yang berbunyi, memperdengarkannya musik, dan mengajaknya bicara untuk melatih kepekaan bayi.

Penciuman dan pengecapan
Sel-sel penciuman yang terletak di bagian atas hidung berkembang setelah bayi lahir. Karena itu, bayi sudah dapat membedakan bau. Ini terlihat dari usaha bayi untuk menghindari rangsangan yang kurang menyenangkan dengan cara menangis dan membalik-balikkan tubuh dan kepala, sebagai reaksi menolak bau selain bau ibu ayahnya atau orang dikenal lainnya. Selain itu, terhadap rangsangan yang menyenangkan bayi memberikan reaksi menghisap-hisap dan mereka tampak tenang.
Karena itu, kepekaan pengecapan sangat dipengaruhi indra penciuman. Perkembangan sel-sel pengecapan yang terletak di permukaan lidah dan di daerah pipi ini menajamkan pengecapan bayi sudah semakin tajam.
Bayi memberikan reaksi yang positif kepada rangsangan yang manis dengan bahasa tubuh yang tenang, dan reaksi menghisap-hisap. Sebaliknya bayi akan memberikan reaksi yang negatif kepada rangsangan yang asin, asam, dan pahit dengan menangis dan menggeliat-geliat.
Berbagai bau dan rasa yang Anda berikan, juga rangsangan sentuhan, akan menstimulus kepekaannya. Namun, sampai 6 bulan pertama hanya rasa ASI serta kulit ibu dan ayahnya (lewat hisapan pada payudara atau jari tangan) yang boleh ia rasakan. Sealanjutnya perkaya dengan rasayang beragam.

Kepekaan Organik & Stimulasi
Kepekaan terhadap rasa lapar sudah sepenuhnya berkembang pada saat lahir. Umumnya kontraksi-kontraksi lapar terjadi pada malam hari. Pada saat itu rasa haus juga sudah ada. Tentu saja tak ada seorang ibu pun yang akan membiarkan buah hatinya menunjukkan rasa lapar meski sedikit saja. Pemenuhan dengan memberikan ASI setiap 1 jam sekali misalnya, memang akan memuaskan bayi. Namun, ingatlah, bayi nangis atau gelisah tak selalu karena lapar. Selain itu, membiarkan nangis karena dianggap lapar (padahal baru 15 menit lalu diberi ASI) akan melatihnya untuk lebih sabar dan disiplin.

Kepekaan Kulit dan Stimulasi
Kulit yang merupakan alat indera untuk perabaan, tekanan, dan suhu sudah berkembang pada saat lahir. Kulit bibir misalnya sangat peka untuk diraba. Sedangkan kulit tubuh, paha dan lengan kurang peka. Kepekaan terhadap rasa dingin lebih berkembang daripada kepekaan terhadap rasa panas. Pada hari pertama dan kedua kelahiran kemampuan bayi merasakan rasa sakit lebih lemah. Kemudian, mulai berkembang pesat dihari-hari berikutnya.

Kulit bibir makin peka karena seringnya menghisap ASI. Kepekaan lain perlu distimulus dengan sentuhan pada pipi, elusan di bagian paha, serta dekapan dada. Pemenuhan pada kepekaan ini memberikan rasa aman pada bayi. Dan, bayi yang merasa aman berkembang jadi bayi yang aktif karena percaya ia aman dengan aktivitas yang dilakukannya.

Stimulasi yang Penting
Perkembangan sensorik bayi akan terus mengalami kemajuan sesuai dengan kematangan organ panca indra. Kemampuan ini ini dapat berkembang lebih optimal bila mendapatkan stimulus. "Orang tualah yang berperanan memberikan rangsangan ini," Rahmitha P. Soendjojo M.Psi.

Rangsangan yang paling efektif yang sebaiknya dilakukan orang tua adalah memberikan kebebasan pada si kecil untuk mengekspolarsi lingkungannya. Namun, tetap harus disesuaikan dengan usia anak. Kebebasan ini, memungkinkan anak lebih bebas mengembangkan semua kemampuan sensoriknya. "Sebaiknya orang tua tidak perlu terlalu protektif agar tidak menghambat kemampuan sensorik si kecil. Biarkan bayi mencoba sesuatu di sekitarnya. Misal, mencoba merasakan aneka jenis makanan, mencoba merasakan kasarnya jalan setapak, atau menemukan pemandangan yang beraneka ragam untuk merangsang penglihatannnya," papar Rahmita.

Menurut Rahmita, banyak orang tua yang over protektif, misalnya tak membolehkan bayi melakukan banyak hal karena takut membahayakan bayi. Padahal, selama dalam pengawasaan yang baik dan disesuaikan dengan usia bayi semuanya bisa berjalan dengan aman. "Kekhawatiran orang tua malahan dapat menurunkan kemampuan sensorik bayi,"jelas Rahmita.

Tapi, sebelum mengajak bayi mengeksplorasi lingkungan sekitarnya, perhatikan keamanan bagi si keci. Singkirkanlah barang-barang yang dapat membahayakan anak. Jangan lupa, untuk selalu mmeberikan dukungan saat si bayi mencoba melakukan eksplorasi. 

No comments:

Post a Comment